Rabu, 06 Juni 2012

Kumpulan Puisi Aida Keoshi



PERASAANKU

Gundah kurasakan heningnya malam ini
Yang tertinggal hanyalah
Sunyi sepi yang tak berbekas
Hembusan angin membelai mahkotaku
Tak terasa dinginya malam menusuk tulangku

Akupun duduk termenung
Kutatap langit, namun hampa yang kurasa
Sampai datang puing-puing kerinduan yang menghantam
Ingin sekali kuberlari, berlari . .
Dan terus berlari

Sampai kutemukan secuil harapan
Hanya untuk sederet kata yang tak berarti
Ingin sekali aku ungkapkan
Namun sangat sulit tuk diucapkan
Maaf . . . . . . . . .












KEOPTIMISAN TUK TERUS MAJU

Tak gentar aku tuk maju
Tak takut terseret besarnya gulungan ombak
Segala permasalahan aku lalui
Meskipun gundukan-gundukan keras
Selalu menghadang
Aku selalu maju lurus ke depan
Hingga kutemukan jati diriku yang sesungguhnya,


Embun pagi yang menyejukan relung hatiku
Sang raja siang yang menyengat tubuhku
Hembusan angin malam
Yang membelai lembut kulitku
Di tengah-tengah doa malam


Aku tidak mungkin mundur
Aku optimis tuk terus maju demi cita-citaku
Cemooh orang yang terkadang
Mengiris-iris sebagian hati kecilku
Tak ku hiraukan meski teramat sakit
Demi membawa derajat diri


Aku rela menahan amarah
Amarah yang telah bergejolak dalam hatiku
Hanya tuk mewujudkan impian yang selalu aku damba
Aku ingin berguna bagi negeri tercinta
Negeri yang selama ini aku banggakan
Aku ingin menjadi pahlawan tanpa tanda jasa
Yang mendidik generasi penerus bangsa
Inilah aku calon seorang guru
“PAHLAWAN TANPA TANDA JASA”






CORETAN PUISI

Tiada kata yang dapat kulukis
Sejauh bingkai kanvas memandang
Ingin kutulis sebuah puisi
Namun itu hanya angan belaka

Pikirku melayang entah kemana
Semua bayangan tak sanggup kucerna
Akupun merasa hampa
Maka kutulis apa yang kurasa

Mungkin puisi ini dapat mewakili
Segenap hati yang terdalam
Hanya lewat puisi ini aku dapat curahkan segalanya
Untukmu di sini dan di jantung ini

Takkan bisa aku lupakan semua tentangmu
Semua yang telah kau torehkan
Keceriaan bahkan kebencian
Mengisi sepersekian relung jiwaku










DIAM

Saat diriku terpuruk lemas
Pikirku pun melayang
Seakan tubuh ini tak lagi berdaya
Hanya kekacauan datang melanda

Cemas menyelimuti otak
Lelah menggerogoti sebagian tubuh
Tanpa ada celah tuk bernapas
Aku pun diam terpaku

Tak sepatah kata pun keluar
Bibir manis ini tetap membeku
Dingin sedingin es kutub utara
Seibu bahasa telah siap mengadu

Tabir kegelapan meronta
Pencarian pun akan semakin sulit
Kompromi tak lagi berguna
Tetapi sosok penerangan akan selalu datang melingkupi










KAMPUSKU

Kutatap gedung kokoh berdiri
Hamparan tanah hijau memyilaukan diri
Pohon-pohon menjulang tinggi tujuh meter
Menambah keteduhan para mahasiswa
Yang sedang duduk bersantai di bawahnya

Hilir mudik dan lalu lalang mahasiswa
Hendak mencari ruang perkuliahan
Menjadikan suasana kampus lebih hidup
Mataku pun terasa sejuk tanpa redup

Masuk ruang penuh sesak
Tak mengendurkan semangatku
Untuk tetap menuntut ilmu
Menyongsong masa depan cerah
Dikampus tercintaku ini













AYAH

Ayah . . . . . . .
Kau begitu sempurna
Dihati kami engkau sangat mulia
Kau pertaruhkan sebagian hidupmu
Untuk menghidupu keluargamu

Siang malam kau bekerja tanpa lelah
Bertahan sekuat dan sepenuh hati
Menanggung semua beban
Demi menerangi kehidupan kami

Di tengah-tengah dinginya dunia
Kau tetap berjuang hingga ujung waktu
Menikmati sejenak keindahan dan kesenangan
Namun, tak sedikit pun kau mengeluh

Bagi kami kau bagaikan seorang raja
Yang selalu melindungi kami dari segala ancaman
Ketulusan hatimu menjadikan segalanya indah
Kau adalah anugerah terindah yang akan selalu kami cintai









IBU

Curahan segenap cinta tlah kau berikan
Segumpal darah menetes menjadikan kau begitu kuat
Seakan maut pun tak berani mendekat
Kau pertaruhkan nyawa antara hidup dan mati
Hanya ‘tuk satu nafas kehidupan baru putrimu

Dikala kusakit kau selalu memanjakanku
Dengan penuh kasih sayang
Kau belai rambutku
Dan menimangku dalam buaian mimpi

Kini aku bukan kanak lagi
Inginku membalas jasamu
Aku akan membahagiakanmu
Namun, apa yang bisa kuberikan padamu?

Harta paling berharga sejagad raya pun
Tak dapat menandingi kebaikanmu
Yang dapat kuberikan padamu hanyalah
Segenap cinta dan sepenuh pengabdianku
Itupun hanya secuil dari semua pengorbananku

Ibu . . . . . . . . .
Doamu akan selalu menyertaiku





GURUKU

Kau kayuh sepeda tiap pagi
Keluh kesah tak kau hiraukan
Keringat mengucur membasahi sebagian tubuhmu
Demi kami mendapat ilmu

Panasnya terik matahari
Derasnya hujan mengguyur
Kencangnya angin debu beterbangan
Itu pun tak mengurungkan niatmu
Tuk besua dengan kami di kelas

Jasamu laksana batu karang
Yang akan tetap kokoh berdiri
Meskipun badai ombak terus menerjang
Pengorbananmu takkan pernah kami lupakan
Wahai pahlawanku













TOLONG AKU

Aku sudah bosan
Keributan datang bertubi-tubi
Semakin lama semakin membengkak
Racun menusuk sukma
Hancur berkeping-keping

Aku muak dengan semua ini
Semua orang hanya menjunjung tinggi
Kemewahan, jabatan, kehormatan
Semua itu hanyalah
“TOPENG”

Masih adakah jalan untukku?
Jalan yang menuntunku
Membimbingku
Mengajakku
Ke jalan yang begitu mulia

Bisakah?
Tolong aku
Aku ingin
Aku perlu
Dan aku sangat butuh






PAGI YANG CERAH

Kutatap awan yang menjulang tinggi ke angkasa
Putih bersih tak ternoda
Mengusir awan hitam pekat yang ingin lewat
Langit biru muda ikut menemani
Lahirnya mentari mengintip dari balik singgasana

Kicau burung prenjak meramaikan suasana hati
Terbang ke sana kemari mewarnai hari
Gemericik air pancuran terdengar begitu syahdu
Membuat penghuni jagat raya tersenyum lega
Menyambut indahnya pagi yang cerah

Kuncup muda daun mangga berebut muncul
Mawar merekah harum semerbak
Jeruk ranum bergelantung siap dipetik
Setitik embun menetes jatuh di peraduan
Menambah segar panorama alam












SEPERCIK ANGAN

Seandainya aku punya sepasang sayap
Menjadi bidadari yang cantik nan anggun
Akan kulepaskan semua beban yang bersemayam
Aku terbang bebas ke angkasa luas

Awan putih dengan lembut menyambutku
Senyum manis menghias langit biru
Angin berhembus sepoi-sepoi
Mengantarkan sayapku menuju tepi

Semua mahluk bumi akan iri melihatku
Melayang dan menukik sesuka hati
Mereka hanya bisa memandangku
Sedangkan aku bisa berbuat apa saja

Aku bisa keliling dunia
Menjelajah tujuh samudra
Menembus cakrawala
Kutundukkan tujuh keajaiban dunia

Tetapi kini aku hanyalah manusia biasa
Yang tidak akan pernah puas
Apapun yang telah kuperoleh
Hanya sekadar untuk kepuasan sesaat





ANGANKU

Ribuan waktu pernah kulalui disisi hatimu
Jutaan kisah sempat terukir
Di atas nama persembahan tulus
Dari istana hatimu
Kini, aku hanya bisa merajut kenagan
Dibalik keindahan khayalku

Adakah yang salah dalam kisah ini?
Mungkin aku memang belum sanggup
Mengartikan sucinya rasa yang kau tanam
Sampai aku kehilangan jejakmu
Seperti halnya dirimu yang belum juga
Mampu menyelami dalamnya cintaku
Sebagai persembahan untuk hatimu

Mungkin kita tak lagi bersanding,
Biarlah kenagan ini menjadi kenangan manis
Demi kelanjutan sisa hidupku

Dan . . . . . . . .
Jika aku masih boleh aku memohon
“Jangan pernah lupakan aku sebelum aku melupakanmu, dan jangan pernah lepaskan aku sebelum aku melepaskanmu”






CINTA

Cinta adalah persembahan hati
Cinta menghidupkan jiwa-jiwa yang dianggap
Orang telah mati

Cinta tak mengenal waktu
Cinta akan rela menunggu meski ternyata itu sia-sia

Karena cinta adalah do’a
Agar orang-orang
Yang diCINTAI bahagia



















GEJOLAK HATI

Maaf . . . . . . . . . . . .
Jika semua sikapku membuatmu bingung
Bukan maksudku ingin seperti itu
Sebenarnya aku juga bingung
Aku merasakan benci terhadapmu
Namun. Selalu ada rindu yang terus mengahantam

Aku bilang tak ada apa-apa
Tetapi, di dada ini ingin sekali kuberteriak
Serasa hati ini terus saja bergejolak
Kenapa harus seperti ini, kenapa???
Di sini tidak ada yang salah dan benar

Meski selalu kucoba tuk lepaskanmu
Tetapi hatimu selalu kembali menarikku
Aku heran dengan semua itu
Sebelumnya aku pun belum pernah
Merasakan yang seperti ini
Apa arti dari semua ini?










                                                 MUTIARA KASIH

Seberkas titik cahaya kasih
Tak seperti awan kelabu
Tetesan air kehidupan
Mengalir lembut dalam kalbu

Mutiara kasih terpencar
Dari sudut kelopak mata memandang
Kuraih segalanya
Sampai tak ada bekas sisa




















KETIKA CINTA DATANG

Ketika senja dating menghadang
Dan matahari mulai tampak tenggelam
Aku masih saja memikirkanmu
Lintas pikiranku pun tertuju padamu

Tercipta satu tatapan aneh
Menjeratku diam dalam pelukan
Takkan hilang dimakan kegelisahan
Takkan lenyap ditelan lelah

Di sini bayangmu terus saja melanda
Masih kucoba ‘tuk menapaki
Ruang rindu yang hampa
Masih terpendam di dasar palung hati















GALAKSI UNNO

Tatkala dinginnya malam datang melanda
Suara jangkrik terdengar begitu syahdu
Lirih tak selirih hembusan nafasmu
Dekapanmu membuat jantungku berdetak

Kini hatiku terasa gundah
Menanti yang tak kunjung datang
Hari-hari semakin berlalu
Namun rasa rindu ini terus saja menggema

Di balik awan hitam pekat
Aku hanya ingin menatap wajah cerahmu
Meski bulan dan bintang berbisik
Galaksi Unno masih sempat tersenyum padaku















NGARAI RINDUMU

Sampai sekian detik bermunculan
Aku masih memilin angina yang tak beraturan
Ngarai rindu yang engkau tebarkan
Masih tetap tertutup kabut hitam

Sementara . . . . . .
Di sini kakiku tak berhenti gemetar
Menilas bekas jejakmu di sana
Tak ampun lagi kuberlari mengejar

Ingin kugapai ngarai rindumu
Namun, semua telah habis dimakan waktu
Apakah ini hanya baying-ayang semata?
Tetapi mengapa engkau tampak begitu nyata?

Ruang rinduku terasa kosong
Hanya engkau yang bisa mengetuk
Bayanganmu terus saja memantuk di dinding batu
Menyusup dan merasuk dalam bawah alamku
Kau cipta sebuah nagarai rindu dalam sepi









KEKASIH HATI

Ucapkanlah selamat malam untukku
Agar pagi yang cerah menanti bangunku
Ucapkanlah selamat tidur untukku
Agar mimpi indah datang menghampiriku

Berdoalah untuk menjaga tidurku
Lelapkanlah aku dengan sepercik senyummu
Belalailah aku dengan sentuhanmu
Dan tetaplah berada disampingku

Karena kau adalah belahan jiwaku,
Pujaan hatku, dambaanku,
Dan separuh nafas jiwaku
Yang telah mengisi hari-hariku















HUJAN LANGIT BIRU

Dari sini aku datang
Hanya duduk termenung menatapmu
Ingin kuraih namun hampa adanya
Yang ada jauh, jauh sekali

Kau tumpahkan air matamu
Gugus demi gugus dengan lembut
Terserap di bumi pertiwi
Gemericik air begitu riang

Kini kau tampak anggun
Pelangi kau hamparkan
Tak henti-hentinya menyelimuti bumi
Hanya matahari yang dapat menemanimu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar