Minggu, 20 Desember 2015

Di Tepi Senyap Pelosok Negeri

                               oleh. Suaidah
Kala malam temaram
seekor jangkrik mengerik
gerimis bertindih pedih
bianglala tertampak sayup-sayup
cukup berbasah kuyup

selalu begitu .. .
terlihat senyap
meski esok hendak ke seberang
membagi tahu pada anak pelosok negeri
yang haus akan ilmu daruri

selalu begitu .. .
terlihat enggan
jika mengait imbalan tak bertuan,
tak seberapa, tak begitu pasti,
juga tak berstempel ungu

namun, segala daya menyatu dalam jiwa
hilang bentuk segala pamrih
hilang lenyap segala lelah
demi berbagi tahu pada mereka
mereka yang anak pelosok negeri, begitu sebutannya

(dalam antologi puisi "Sisi Sunyi Nusantara")

Air Hujan

Lembayung senja melangkah
berarak padu ke barat kaki langit
awan menghitam kelam
menyibak gemuruh
membahana bana

cahaya mengkilat sekelebat
sayap malaikat terkesibak
bulir-bulir lembut berlarian
gemericik riuh tetes air
kian lama, kian mendera

pertanda hujan lebat akan tiba
di tanah tandus mengendus
bau tanah basah
mendendangkan jiwa temaram
syahdu dalam khidmat berterima
rasa syukur tiada hingga

Kudus, 20 Des 2015

Menyambut Hujan


oleh Suaidah
(dalam antologi puisi "Payung Hitam")

Jumat, 11 September 2015

Rabu, 20 Mei 2015

Sepucuk Asa

Sepucuk asa di gelap malam
berkobar temaram
dalam diam
membisu
mematung siku
kala rasa lelah merayu
kalbu memerah muda

Yang lain datang mendekat
tak acuh menggelora
sebal
sarat amarah
kala hati dan akal
diselaraskan
mencoba berlari sekuat tenaga
mencari yang tak sejengkalpun tertarik
sedikit tersayat

Yang ada hanya kecewa semata
awan abu-abu mulai menghitam
pekat
membahana
tak kuasa menteskan percikan
walau hanya setetes
bahkan jika tanah mulai mengering
kerontang
berdebu
tersapu

Lalu apa???
ingin hati berpaling
semakin terperosok
jauh tak berujung
tiada bertemu
tiada bermilik
ego bertegak di sana

mencoba berterima
hati bertolak
sulit terlepas
sulit melupa
sulit meniada
hingga .. .
menjauh saja
melirik bayangan
belakang cermin

Lalu, tak sampai hati berkeras
meluapkan segalanya
hingga tersisa
hitam dan putih
hitam tak kan rela memutih
setetes pekat saja
putih akan perlahan memudar
pucat
pasi.

Keoshi Sensei
2015

Kamis, 12 Februari 2015

Bebek Buruk Rupa

Pernahkah kau bertanya
Pada bebek buruk rupa???

Bukan roman yang keliru
Hanya lain dari yang lain
Di antara
Gerombolannya

Sungguhpun ia berkeras
Bergigih berkerak
Beranak pinak
Tak ubah setitikpun
Romannya

Meski badai bergemuruh
Bayu bersemilir gaduh
Dan pohon bergelayut sendu
Tak ubah sejengkalpun
Keadaannya

Salahkah dia???
Coba tanyakan pada hati kecilmu
Coba resapkan pada palung kalbumu

Kamis, 05 Februari 2015

Resah

Resah gelisah
dalam nestapa
rengsa

Luka memerah
menjalar
segenap penuh seluruh

Tertanam dalam sanubari
berakar bergerit-gerit
melilit
pahit

Daya tak lagi sedia
tak kuasa bertegak

Selaksa daun berguguran
meratus serupa prenjak

meski
roh kosong
melompong


Minggu, 25 Januari 2015

Surat Kecil Untukmu

Salam rindu,
Di malam yang sunyi ini ingin kusampaikan rasa rindu yang tiada terbendung.
Keheningan malam ini sungguh dapat kurasakan rindu sedalam ini.
Apa kau tahu, bahwa selama ini aku peduli dengan memperhatikan tulisan-tulisanmu yang engkau sendiri tidak mau aku sedikit pun dapat membacanya.
Apa kau marah, dengan sikapku yang tidak sportif?
Apa kau marah, dengan gayaku yang kekanak-kanakan dan tidak berkelas?

Aku tahu bahasa yang kau gunakan terlalu tinggi bagi orang sepertiku. Sehingga banyak hal yang kau ketahui, dan aku belum bisa memahaminya.
Atau mungkin aku yang terlalu bodoh, sehingga tidak dapat mencerna apa yang engkau maksudkan.
atau mungkin juga, aku tidak begitu pandai membaca bahasa isyarat yang tidak aku mengerti.

Maafkan jika aku masih berani merindukanmu
Maafkan jika aku masih saja memelihara rasa ini
Maafkan jika aku belum bisa melupakanmu, meski aku telah berjuang sekuat yang aku bisa
Maafkan jika aku masih memikirkanmu di sela-sela kesibukanku

Jika kau ingin aku cepat melupakanmu, maka bersikap tegas lah padaku
katakan tidak suka, jika memang kau tidak suka
katakan menjauhlah, jika memang kau ingin aku menjauh dari kehidupanmu
katakan enyahlah, jika kau ingin aku pergi dan aku akan pergi meski dengan pelan-pelan

Jangan buat aku seperti sekarang ini
kau bilang "bukannya tidak suka, tapi belum ada rasa"
Itu sama saja dengan kau ingin aku mati dengan belatimu, tapi kau bilang aku belum ingin menusukmu.
Itu sama saja dengan aku berdiri di depan pintumu, dan kau hanya diam saja. Kau tidak membukakan pintu atau pun mengusirku. Jika tidak ingin buka pintu, katakan saja kau sedang sibuk atau apa, jangan diam saja seperti itu, dan jangan membuatku berdiri di pintu itu terlalu lama. Jika berdiri terlalu lama, aku bisa pingsan nanti. Jika kau ingin membukanya, bukalah sedikit saja dan ucapkan maaf aku tidak bisa menerima tamu.

Aku pun tidak memaksa untuk terbalaskan rasa ini, karena aku bukan seorang pemaksa
rasa suka memang tidak bisa dipaksa, tapi paling tidak ada pilihan dalam hal ini
Suka atau tidak suka
katakan dengan jelas, agar aku bisa mendengarnya
tuliskan dengan rapi, agar aku bisa membacanya
deskripsikan dengan objektif, agar aku bisa memahaminya

tidak perlu kau merasa kasihan padaku, karena aku bukan orang yang perlu dikasihani
tidak perlu kau meneteskan air mata, karena air matamu begitu berharga
tidak perlu kau mencemaskanku, karena aku Baik-baik saja
tidak perlu kau peduli padaku, karena aku sedikit egois

Hanya itu yang ingin kusampaikan padamu
aku tidak berharap lebih padamu
aku hanya ingin kau tau saja
bahwa aku berhenti mengganggumu
hanya karena tidak ingin merusak kedamaian yg telah engkau ciptakan selama ini

Selamat malam .. .
semoga mimpi indah

Ketika di sana .. .

Di kala matahari sepenggalah naik
tak kuasa jika belum bersujud
padamu
sang pencipta

Di sini, ya .. . Di negeri ini
Deretan lalu lalang orang
mereka sepertinya lupa
hanya kesibukan di benak
beranak pinak

Beda jika mereka di sana
ya .. . Di negeri paling kaya
negeri elok yang tak kuasa
aku lukiskan dalam kanvas
negeri indah yang tak kuasa
aku tuliskan dalam kertas

Tak ada pangkat
tak ada jabatan
tak ada kaya
tak ada pula miskin
semua melebur jadi satu

Tak ada merah
tak ada kuning
tak ada hijau
tak ada pula biru
semua bersimpuh dalam putih
bersih
kepada yang Esa

Kaki bergetar merintih
memutar tujuh kali
kaki hendak melayang
ringan
itu kuasa sang pencipta

jalan setapak
menanjak
ke bukit shofa dan marwa
tujuh kali lagi
seperti tak ada daya
kaki menapak
setapak demi setapak
Mudah
selesai
Itu rahasia sang pemberi hidup

Tak ada kata tak mungkin
jika kita tidak mencoba
serahkan hanya pada-Nya
ya . .. hanya sang pemilik





Sabtu, 24 Januari 2015

Sudut Itu

Masih di tempat yang sama
di sudut itu
sekar mekar merekah
dalam vas dari tiongkok

Tak kudapati segores tinta
Tak kutemukan secarik kertas
Tak kulihat laba-laba belang
di tembok itu

Masih di tempat yang sama
di sudut itu
seonggok mainan tergeletak
seperti sampah yang tak tersentuh

Bagaimana cara bermain?
Sepertinya dunia maya lebih asyik
Konkret semakin memudar saja
Abstrak makin merajalela

Catatan Kecil 2

Kasih tak mesti memiliki
Sayang tak harus bersama
Suka tak wajib bersua

Namun, hingga kini aku belum dapat melupakannya.  Entah kenapa ini bisa terjadi. Bahkan laut pun tak bisa menjelaskan lewat debur ombak yang mengganas. Dan bumi pun sepertinya hanya melihat dari kejauhan saja. Dan pohon-pohon pun hanya bisa menggugurkan dedaunannya agar bisa sedikit menghiburku. Rumput hijau di rumah tetangga pun sepertinya sedang saling berbisik.

Entah bagaimana aku mulai cerita ini. Bagi sebagian orang mungkin cerita ini hanya sebagai fatamorgana saja. Namun, bagiku cerita ini seperti mengalir begitu saja, seperti arus sungai yang mengalir dari hulu menuju hilir.

Bagaimana rasa suka ini bisa tercipta, dikala saat itu aku baru bisa melupakan rasa suka yang tidak semestinya. Bagaimana rasa suka ini bisa terjadi, di saat yang tidak terduga sama sekali. Bagaimana aku begitu bodohnya bisa sampai terperosok pada lubang yang sama dua kali. Bagaimana keadaan ini bisa hampir sama dengan yang dulu. Harusnya aku berpikir lebih jernih lagi. Harusnya aku bisa bersikap lebih dewasa lagi. Harusnya aku bisa lebih bijaksana lagi. Harusnya aku bisa belajar dari pengalaman yang telah terjadi.

Namun, semua telah terjadi begitu saja .. .
rasa suka itu datang tanpa permisi
bahkan rasa suka itu lebih dalam dari yang dulu
dan semakin hari, sepertinya bertambah dalam saja

Mungkin memang aku yang bodoh
mungkin memang aku yang salah 
mungkin juga aku yang tidak berpikir panjang

Mungkin rasa suka yang kupunya tidaklah indah
namun, rasa suka yang kupunya menjadikanku tidak bisa bekerja dengan tenang
karena hingga kini kesibukan yang aku punya tidaklah cukup untuk membuangnya dari pikiranku
dan dia selalu ada dalam benak, ketika aku tidak ingin mengingatnya lagi
dan dia selalu terlihat, ketika aku ingin melupakannya
dan ketika dia tak tampak, aku yang kebingungan dan bertanya-tanya "apa dia Baik-baik saja"

Bahkan kata-kata "bukannya tidak suka, tapi belum ada rasa" itu lebih memilukan daripada "aku tidak menyukaimu dan aku membencimu dan aku tidak ingin berteman denganmu dan jangan ganggu aku lagi"

Maaf jika kata-kataku menyakiti hatimu dan maaf jika aku membuatmu merasa tidak enak.
memang dalam hal ini, aku yang salah dan aku yang bodoh.

Biarlah aku yang masih menyisakan rasa suka yang tiada terbalas. Dan biarlah waktu yang akan mengobatinya.

Maaf jika aku berhenti mengganggumu karena aku tidak ingin merusak ketenanganmu
Maaf jika aku berusaha dengan keras untuk bisa melupakanmu, tetapi hingga saat ini masih mustahil bagiku
Maaf jika aku masih merindukanmu di sela-sela kesibukanku .. .

#dariku yang masih menyukaimu dalam keheningan malam


Minggu, 18 Januari 2015

kopi hitam dan sepotong roti

Pikiran berjalan
Entah kemana
Tak tahu arah
Tanpa tujuan

Terbayang
Senandung rindu
Begitu syahdu
Seakan terpikat
Bayangan pekat

Duduk bersila
Menyantap kopi hitam
dan sepotong roti

Tak bisa kubayangkan
Mengapa kopi tetap hitam
Meski di cangkir yang putih
Dan mengapa roti tetap putih
Meski di piring yang hitam

Hitam dan putih
Hanyalah warna
Mereka jauh berbeda
Mereka bertentangan
Seperti kiri dan kanan
Seperti atas dan bawah

Namun, takdir tak bisa kita cegah
Mereka pun bertemu jua
Di meja santapan malam

Pelikan

Kududuk termenung
Kosong
Sendiri
Sepi
Dan aku benci

Kucoba bertanya pada hujan
Mengapa takdirku begini?
Hujan pun menumpahkan semua yang dia punya
Kucoba lagi bertanya pada angin
Mengapa takdirku begitu?
Angin pun menghempaskan semua yang dia punya
Tak menyerah
Kutanya pada langit yang membiru
Ada apa dengan takdirku?
Langit pun berubah menjadi abu-abu sekejap gelap gulita

Terlempar aku dari mulut harimau
Tertangkap aku ke mulut seekor pelikan
Bukannya pelikan tidak suka,
Namun, aku bukanlah makanannya

Aku suka pelikan
Tapi aku bertahan di darat
Sedang dia tetap tak goyah di air
Aku suka merayunya
Tapi dia tak bergeming 
Dan aku ingin ke seberang sana
Bisakah dia membantuku?